Kalau di Jakarta, kontribusi terbesar penurunan tanah dari mana?
Nah! Sebenarnya kita sudah melakukan riset cukup lama terkait faktor yang terjadi di Jakarta. Saya coba kalkulasikan secara matematis sederhana saja.
Kompaksi alamiah itu rata-rata biasanya 2 centimeter per tahun. Secara alamiah, tanah bisa turun 2 centimeter. Efek tektonik, setelah kita teliti hanya 2-3 sampai 5 milimeter per tahun. Berarti total 2,5 cm.
Kalau kita lihat, di Jakarta ada yang turun sampai 20 cm, ambillah rata-rata penurunan 10 cm. Berarti hitung-hitungannya sebagai berikut: kalau kompaksi alamiah 2 centimeter, faktor tektonik 5 milimeter, berarti sisanya (10-2,5) 7,5 centimeter itu dari mana?
Kita cari lagi faktor lainnya. Ketika di sana gambut tidak ada, migas tidak ada, geothermal tambang bawah permukaan juga tidak ada, berarti yang 7,5 cm itu akibat eksploitasi air tanah. Nah, kalau kita presentasikan, total 10 centimeter, maka 7,5 centimeter itu sama dengan 75%. Hitungan matematika sederhananya seperti itu.
Ketika ditanya faktor dominannya apa, ya, eksploitasi air tanah. Berapa persen? Ya kira-kira di situlah di angka 70%.
Tetapi itu pun masih diperdebatkan juga oleh para peneliti lain. Ya... uniklah kalau di Indonesia. Kalau di luar negeri sudah tidak ada lagi perdebatan sebenarnya.
Menurut Anda, mengapa masih ada perdebatan?
Itu tadi yang saya bilang: uniknya ya di situ. Saya juga belum tahu jawaban pastinya, kenapa masih hangat diskusinya.
Baca Juga: Bukan Utara dan Barat, Ini Wilayah Terbanyak Banjir di Jakarta
Oh ya, saya tadi lupa sebenarnya ada faktor lain, yakni pembebanan. Ini mungkin (kontribusi pada penurunan tanah --Red) setengah centimeter, ada yang 1 cm. Jadi kita andaikan saja 60-70% itu penyebab penurunan tanah di Jakarta karena pengambilan air tanah. Berarti tetap masih dominan.