Perpanjangan Izin Tambang Dinilai Rawa Suap

Adhitya Himawan Suara.Com
Jum'at, 16 Desember 2016 | 05:55 WIB
Perpanjangan  Izin Tambang Dinilai Rawa Suap
Lokasi pertambangan mineral bauksit di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat [Suara.com/Adhitya Himawan]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Permintaan perpanjangan peraturan pemerintah tentang relaksasi ekspor bahan tambang mentah oleh perusahaan perusahaan tambang yang belum memiliki pabrik  smelter atau pabrik untuk proses mineral  tambang di Indonesia ,kepada pemerintah Joko Widodo dalam hal ini Kementerian ESDM sangat rawan dengan dugaan suap menyuap di kementeriannya ESDM

Direktur Eksekutive IDE MiGas Watch, Widodo Saktianto mengatakan,  Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) yang memiliki program untuk membersihkan para mafia pertambangan selama ini di kantor kementerian ESDM.

" Maka harus benar -benar mengawasi pratek suap dan gratifikasi untuk persoalan perpanjangan relaksasi ekport mineral tambang mentah," kata Widodo kepada wartawan ,Kamis (15/12).

Selain itu, kata Widodo, dari data Indonesia Development Mining and Gas Watch bahwa yang diberi ijin perpanjangan ekport mineral tambang mentah barulah Freeport Indonesia dan Vale Mining Indonesia

Dia menyebutkan, bahwa sejalan dengan pernyataan Kepala Bapenas yang tidak setuju dengan perpanjangan ekport bahan Mentah mineral .
Dimana saat ini Indonesia banyak sekali diminta asing untuk mengekspor hasil tambangnya dengan menawarkan nilai tambah yang cukup menggiurkan.

" Tawaran-tawaran tersebut tidak terlepas dari agenda politik yang sudah tersusun rapi," ungkapnya.

Namun, jika kondisi tersebut tidak disikapi secara bijak oleh Indonesia ,maka kondisi penjajahan di zaman Belanda akan dirasakan lagi saat ini.

"Kalau Indonesia kerjaannya gali tambang lalu hasilnya diekspor, maka sampai kapan pun Indonesia tidak akan maju. Negara yang bergantung sama sumber daya alam, maka negara itu akan acak-acakan,"tegasnya

Karena itu,  IDE MIGAS Watch mendesak agar presiden  Joko Widodo jangan meniru kelakuan mantan Presiden Indonesia SBY yang melahirkan UU Minerba tahun 2009 yang melarang ekport mineral mentah hasil  tambang sejak 4 tahun di undang undang kan malah tahun 2014 di akhir pemerintahan mengeluarkan PP relaksasi ekport mineral mentah hasil tambang .

Baca Juga: Ada Wajib Pajak Pertambangan Bayar Uang Tebusan Rp5.000

" Jadi jelas jelas ini pelanggaran Konstitusional dan banyak pratek suap di Kementrian ESDM saat itu untuk PP tersebut," ucapnya.

Sebagai Presiden Jokowi punya visi Trisakti dan Nawacita. Maka IDE MIGAS Watch memohon agar Jokowi tidak mengeluarkan peraturan relaksasi ekspor yang melanggar UU Minerba , serta untuk memberikan rasa keadilan bagi perusahaan dan pengusaha mineral tambang yang sudah membangun Pabrik Smelter dengan biaya yang cukup mahal .

"Karena relaksasi ekpor  ore akan merugikan mereka yang sudah membangun smelter serta mengancam Pasokan ore ke Smelter mereka," imbuh Widodo.

Menanggapi soal adanya dugaan suap izin perpanjangan relaksasi ekspor mineral tambang ,Juru Bicara ( Jubir) Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) Febri Diansyah, mengatakan,sejauh ini belum ada laporan yang masuk kepada KPK," Nanti kita akan cek apakah sudah ada laporanya belum atau sudah," kata Febri kepada wartawan ,Kamis (15/12/2016).

Namun ,saat ditanyakan, soal keterlibatan KPK dalam mengawasi soal perpanjangan izin relaksasi ekspor mineral, Febry mengaku, KPK akan selalu mengawasi terkait kebijakan soal energi dan nota kesepakatan dan izin yang dikeluarkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ( ESDM) agar tidak ada celah bagi pihak yang melakukan korupsi atau suap.

" KPK akan bertindak tegas bagj pelaku yang ingin melakukan penyuapan dan KPK juga meminta agar izin perpanjangan relaksasi ekspor mineral secara transparan," tegasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI