Suara.com - Penolakan Habib Rizieq terhadap penelusuran kontak yang dilakukan Satgas Covid-19 bisa berujung pada efek negatif dalam penanganan pandemi.
Merujuk pada aturan 3T (testing, telusuri, tindak lanjut), Habib Rizieq seharusnya bersedia menjalani penelusuran kontak erat setelah doronya dikabarkan pernah berinteraksi dekat dengan pasien Covid-19.
Kenapa 3T penting? Dosen Fakultas Kedokteran Unsoed dr.Yudhi Wibowo, M. PH. menjelaskan bahwa sebenarnya tidak ada negara mana pun yang tahu berapa jumlah sebenarnya orang yang telah terinfeksi Virus corona di dunia.
Untuk mengetahui orang tersebut telah terinfeksi atau tidak, maka perlu diperiksa swab-PCR.
Jika dinyatakan hasil swab-PCR positif, maka yang bersangkutan dinyatakan dan dihitung sebagai kasus terkonfirmasi positif Covid-19.
Dengan demikian, jumlah kasus terkonfirmasi bergantung dengan seberapa banyak testing yang dilakukan oleh pemerintah atau negara tersebut. Tanpa testing maka tidak ada data.
"Testing adalah jendela bagi para ahli untuk mengetahui sebuah pandemi dan untuk mengetahui bagaimana pola penyebarannya serta untuk menentukan langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan pandemi Covid-19," kata Yudhi melalui keterangan tertulis keoaa suara.com.
"Tanpa data siapa yang sebenarnya terinfeksi SARS-CoV-2 ini, maka para ahli tidak akan pernah bisa memahami pandemi, pola penyebaran, cara pencegahan, dan penanggulangannya. Untuk menafsirkan data apa pun tentang kasus terkonfirmasi, maka para ahli membutuhkan informasi tentang berapa banyak orang yang telah diperiksa (testing)," tambahnya.
Untuk dapat memantau dan mengontrol penyebaran virus dengan baik, negara-negara dengan wabah yang lebih luas perlu melakukan lebih banyak testing. Positivity Rate (PR) dihitung harian atau mingguan.
Baca Juga: Mahfud Sebut MER-C Tak Berwenang Lakukan Tes Corona Kepada Rizieq
Menurut WHO, standart PR adalah <5 persen selama minimal 2 minggu berturut-turut menunjukkan bahwa pandemi terkendali, tentunya dengan tetap memperhatikan indikator lainnya.
PR ini sangat dipengaruhi oleh jumlah testing dan tracing. WHO telah menentukan standaruntuk testing adalah 1/1.000 penduduk per minggu dan atau penelusuran kontak erat adalah 1 kasus berbanding 10-30 orang yang diperiksa.
Oleh karena itu, jika jumlah testing dan tracing belum memenuhi standart WHO, maka PR belum bisa menjadi dasar pengambilan keputusan, karena nilainya dianggap palsu.
Demikian juga ukuran indikator lainnya seperti angka reproduksi efektif (Rt) dan angka kasus kematian (CFR) serta angka kesembuhan dipengaruhi oleh jumlah testing dan tracing.
"Karena testing dan tracing merupakan bagian dari upaya pencegahan dan penanggulangan pandemi Covid-19, maka sangat urgen jika kapasitas testing dan tracing harus disesuaikan menurut standar WHO yaitu testing 1 per 1.000 penduduk per minggu dan tracing 1 : 10-30 orang," kata dr.Yudhi.
Sebelumnya diberitakan, Ketua Satgas penanganan Covid-19 Doni Monardo menyayangkan sikap tidak kooperatif Habib Rizieq Shihab dalam penulusuran kontak erat.