Djuhandani menilai bahwa dalam perkara pemalsuan dokumen tersebut tidak menyebabkan kerugian negara atau terhadap keuangan negara ataupun perekonomian negara.
"Sehingga penyidik berkeyakinan perkara tersebut merupakan bukan merupakan tindak pidana korupsi," katanya.
Djuhandani juga menyampaikan bahwa kerugian dalam proses pemagaran laut buntut pemalsuan sertifikat yakni para nelayan yang kesulitan dalam mencari ikan.
"Jadi kita masih melihat itu sebagai tindak pidana pemalsuan," ujarnya.
Djuhandani mengatakan, modus perkara yang pemalsuan yang terjadi di Tangerang, hampir sama dengan yang terjadi di Desa Tarumajaya Bekasi.
Dengan dihentikannya penyidikan oleh pihak Kejaksaan Cikarang, maka semakin membuat Djuhandani yakin jika kasus pagar laut di Tangerang tidak termasuk dalam pidana korupsi.
"Nah inilah yang akhirnya pada hari ini berkas kita kembalikan dengan alasan-alasan yang kami sampaikan tadi,” kata Djuhandani.
Sebelumnya, Kejagung meminta tim penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri menyertakan pasal tindak pidana korupsi dalam perkara pemalsuan Sertifikat HGB dan SHM di pesisir Laut Desa Kohod, Tangerang, Banten.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum Kejagung) Harli Siregar mengatakan bahwa jaksa peneliti yang bakal menjadi penuntut umum dalam perkara ini telah mengembalikan berkas perkara Arsin Cs kepada penyidik Bareskrim.
Baca Juga: Kepala Desa Segarajaya Jadi Tersangka Pemalsuan 93 SHM Pagar Laut Bekasi, Begini Modusnya

Harli mengatakan, pihaknya meminta agar polisi mengembangkan penanganan perkara pemalsuan ini ke arah tindak pidana korupsi.
"Petunjuk JPU agar penyidik melakukan penyidikan dalam perkara ini dengan pasal persangkaan UU Tipikor dan setelahnya berkoordinasi dengan jajaran Pidana Khusus," ujar Harli, saat dikonfirmasi awak media, Rabu (9/4/2025).
Saat ini, lanjut Harli, pihaknya masih menunggu pihak penyidik dari Bareskrim Polri untuk segera melengkapi berkas perkara tersebut sesuai dengan petunjuk jaksa.
Apabila hal itu dilakukan, maka dalam penanganan ini bakal berubah menjadi tindak pidana korupsi.
"Harus dipahami penyidik melakukan penyidikan dengna pasal dalam tindak pidana umum dan oleh JPU memberikan petunjuk agar disidik dengan UU Tipikor,” ucap Harli.