Ini Daftar 'Pasal Horor' RUU KUHAP, Bisa Bikin Anda Diciduk Sewenang-wenang?

Bangun Santoso Suara.Com
Selasa, 15 Juli 2025 | 14:24 WIB
Ini Daftar 'Pasal Horor' RUU KUHAP, Bisa Bikin Anda Diciduk Sewenang-wenang?
Massa dari Koalisi Masyarakat Sipil saat menggelar aksi di Pintu Gerbang Pancadila gedung DPR RI, Jakarta, Senin (14/7/2025). Mereka menolak RUU KUHAP. [Suara.com/Alfian Winanto]

Suara.com - Pembahasan kilat Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) oleh DPR RI memicu alarm bahaya dari para pegiat hukum dan masyarakat sipil. Di balik klaim untuk keadilan, disebut tersimpan sejumlah 'pasal horor' yang dinilai bisa membuka pintu bagi penangkapan dan penggeledahan sewenang-wenang oleh aparat.

Dilansir dari BBC News Indonesia, meskipun Komisi III DPR RI mengklaim prosesnya terbuka dan harus segera diselesaikan untuk mengejar pemberlakuan KUHP baru pada 2026, koalisi masyarakat sipil menilainya "ugal-ugalan" dan "penuh pelanggaran".

"Mulai dari kasus-kasus salah tangkap, kekerasan atau penyiksaan, undue delay dan kriminalisasi, serta pembatasan akses bantuan hukum tidak dijamin sepenuhnya dalam RKUHAP," ucap Ketua YLBHI, Muhammad Isnur, Senin (14/7).

Sebaliknya, kata Isnur, DPR dan pemerintah malah memperluas kewenangan aparat yang melegitimasi tindakan subjektif.

Berikut adalah beberapa pasal dalam RUU KUHAP yang dinilai paling bermasalah dan berpotensi mengancam hak-hak warga negara:

1. Pasal 5 huruf d: Pasal Karet 'Tindakan Lain'

Pasal ini memberikan kewenangan kepada penyidik untuk "mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab".

Menurut Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), frasa ini sangat berbahaya karena membuka ruang interpretasi yang sangat luas dan bisa dimanfaatkan aparat untuk melakukan tindakan apa pun kepada seseorang yang baru dicurigai.

2. Pasal 90: Penangkapan Tanpa Batas Waktu

Baca Juga: KPK Bakal Tumpul? Draf KUHAP Baru Batasi Penyadapan dan Degradasi Peran Penyelidik

Ini adalah salah satu pasal yang paling disorot. Pasal 90 menyebut penangkapan dapat dilakukan dalam waktu yang tidak terbatas pada keadaan tertentu.

Koalisi Masyarakat Sipil menilai pasal ini akan melanggengkan praktik penyiksaan. "Semakin panjang masa penangkapan, semakin besar ruang untuk penyalahgunaan," tulis koalisi. Padahal, standar HAM internasional membatasi penangkapan maksimal 48 jam.

3. Pasal 93 ayat 5: Alasan Penangkapan Subjektif

Pasal ini memungkinkan aparat menangkap seseorang dengan alasan "menghambat proses pemeriksaan" atau "memberikan informasi tidak sesuai fakta". Kedua alasan ini dinilai sangat subjektif dan bergantung sepenuhnya pada tafsir penyidik di lapangan, membuka celah besar untuk kriminalisasi.

4. Pasal 106 ayat 4: Penggeledahan Tanpa Izin Pengadilan

Pasal ini memberikan lampu hijau bagi penyidik untuk melakukan penggeledahan tanpa izin pengadilan negeri selama "dalam keadaan mendesak". Lagi-lagi, kriteria "keadaan mendesak" tidak dijelaskan secara rinci, sehingga sangat rawan disalahgunakan dan membuat peran pengawasan pengadilan menjadi mandul.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI