Forum PBB Sepakat Kemasan BPA Mengancam Kesehatan dan harus Dilarang Beredar

Jum'at, 22 Agustus 2025 | 19:00 WIB
Forum PBB Sepakat Kemasan BPA Mengancam Kesehatan dan harus Dilarang Beredar
Ilustrasi galon air isi ulang. [Istimewa]

Suara.com - Berbagai penelitian menyebutkan, zat kimia Bisfenol A (BPA) yang banyak digunakan pada kemasan plastik polikarbonat terbukti membahayakan kesehatan. Fakta ini kemudian menjadi sorotan 85 negara, dalam pertemuan Intergovernmental Negotiating Committee (INC-5), yaitu forum resmi PBB untuk mengatasi polusi plastik, yang kemudian sepakat bahwa kemasan BPA harus dilarang beredar.

Penelitian menghadirkan fakta, sebanyak 93 persen populasi dunia memiliki jejak BPA di tubuh mereka, yang mana hal ini berisiko memicu gangguan hormon, kerusakan otak anak, hingga kanker.

Pada pertemuan sebelumnya di Busan, Korea Selatan, 85 negara sepakat memasukkan BPA ke “Daftar 1 Bahan Kimia Berbahaya” dan mendorong larangan total. Proposal yang dipimpin Norwegia ini didukung Uni Eropa, Australia, Kanada, dan negara-negara Afrika. Naskah negosiasi juga mengatur kewajiban pelabelan kandungan BPA untuk memberi konsumen informasi jelas.

BPA sudah Digunakan sejak 1950-an
Pakar polimer Universitas Indonesia (UI), Profesor Mochamad Chalid mengatakan, BPA telah digunakan sejak 1950-an untuk membuat plastik keras seperti galon guna ulang, botol minum, dan wadah makanan. Zat ini mudah berpindah ke makanan atau minuman, apalagi jika terkena panas, sinar matahari, pH asam, atau digunakan berulang. Galon yang dipakai lebih dari setahun tercatat mengalami migrasi BPA dalam jumlah berbahaya.

“BPA akan luruh saat bersentuhan dengan air, dan prosesnya semakin cepat jika terkena panas atau dicuci berulang,” ujarnya.

BPA meniru hormon estrogen, memicu ketidakseimbangan hormon yang berdampak pada kesuburan, metabolisme, dan fungsi otak. Anak-anak dan ibu hamil menjadi kelompok paling rentan. Studi juga mengaitkan BPA dengan penurunan kecerdasan, gangguan perilaku, diabetes, penyakit jantung, dan kanker.

Indonesia sendiri sudah mengatur kewajiban label peringatan pada galon polikarbonat melalui Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024, namun aturan itu baru berlaku 2028, memberi masa transisi empat tahun bagi produsen.

Pertemuan Jenewa menjadi momen penentu untuk menetapkan jadwal penghapusan bertahap, dukungan teknis bagi negara berkembang, serta sistem pemantauan.

Upaya ini diharapkan membuka jalan menuju era kemasan plastik yang lebih aman, melindungi kesehatan masyarakat, dan mengurangi paparan bahan kimia berbahaya di seluruh dunia. ***

Baca Juga: Kebijakan Sampah di Bali Tuai Protes: Larangan Minuman Kemasan Ancam Industri Daur Ulang?

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI

Ingin dapat update berita terbaru langsung di browser Anda?