- Jakarta Feminist mengklasifikasikan kematian Irene Sokoy karena penolakan empat rumah sakit di Papua sebagai femisida.
- Kematian ibu hamil tersebut disoroti sebagai dampak kegagalan struktural pelayanan publik diskriminatif terhadap perempuan.
- Irene meninggal setelah berpindah empat rumah sakit di Papua karena dugaan alasan penolakan seperti ruang BPJS penuh.
Suara.com - Jakarta Feminist menilai kematian Irene Sokoy, ibu hamil yang meninggal bersama bayinya setelah diduga ditolak empat rumah sakit di Papua, bukan sekadar kelalaian layanan kesehatan.
Direktur Program Jakarta Feminist, Anindya Restuviani, menegaskan kasus tersebut sudah masuk kategori femisida, atau pembunuhan terhadap perempuan karena identitas gendernya.
"Berita perempuan di Papua yang meninggal karena dia tidak mendapatkan akses untuk melahirkan, itu bisa kita sebut sebagai femisida. Karena itu tidak akan terjadi kepada laki-laki kepada mereka yang tidak punya rahim, ini hanya terjadi kepada perempuan," ujar Anindya dalam acara Launching Buku Saku Peliputan Kasus Femisida di Jakarta, Senin (24/11/2025).
Menurutnya, kematian Irene bukan insiden medis biasa, melainkan cermin dari struktur pelayanan publik yang mendiskriminasi perempuan.
Anindya menilai pengalaman perempuan sebagai individu yang memiliki rahim, hamil, dan melahirkan membuat mereka berhadapan dengan risiko kematian yang sebenarnya dapat dicegah, tetapi justru dilegalkan oleh buruknya sistem.
"Secara sistem perempuan sudah tidak diuntungkan, tidak diberikan akses yang sama karena pengalaman hidupnya, pengalaman dirinya sebagai gender perempuan," tuturnya.
Ia menyoroti fakta bahwa korban berulang kali berpindah antar rumah sakit hingga empat kali, tetapi tidak mendapatkan tindakan medis yang diperlukan meski dalam kondisi gawat darurat.
Penolakan ini, menurutnya, menunjukkan bagaimana akses layanan kesehatan untuk perempuan hamil masih sangat timpang, terutama di wilayah dengan fasilitas terbatas seperti Papua.
"Kalau misalkan dia mendapatkan akses, dia nggak bakal meninggal," imbuhnya
Baca Juga: Mengenal Apa Itu Femisida, Istilah yang Ramai Dibahas di Tengah Kasus Mutilasi Pacet
Anindya menekankan bahwa kasus ini merupakan femisida tidak langsung, bentuk femisida yang terjadi bukan karena serangan individu. Tetapi akibat dari kerusakan sistemik yang menyebabkan perempuan tidak memperoleh layanan yang seharusnya menyelamatkan nyawa.
"Artinya disini ada kesalahan sistem kesehatan dari akses layanannya," kritik Anindya.
Diketahui, korban sempat mengalami kontraksi di Kampung Hobong, Distrik Sentani, dan dibawa ke RSUD Yowari.
Namun, ia dialihkan ke beberapa rumah sakit lainnya, termasuk RS Dian Harapan, RSUD Abepura, dan RS Bhayangkara, yang disebut-sebut menolak merawat karena ruang BPJS penuh dan alasan administrasi.
Kemenkes telah mengirim tim investigasi ke Papua untuk menelusuri dugaan penolakan pasien dan menyatakan akan memberi sanksi jika terbukti pelanggaran.