"Atas permintan dimaksud Edy Nasution tidak bersedia dengan alasan waktu pengajuan PK sudah lewat sehingga Wresti menawarkan akan memberikan sejumlah uang sebagai imbalannya dan hal tersebut disetujui Edy Nasution. Selanjutnya Wresti melaporkan kepada Eddy Sindoro di mana Eddy Sindoro menyetujui dan menyampaikan uang akan disediakan oleh Ervan Adi Nugroho," kata Fitroh.
Pada 2 Maret 2016, akhirnya PT. AAL mendaftarkan PK ke PN Jakpus dan diterima oleh Edy Nasution dan selanjutnya diproses.
"Pada 30 Maret berkas PK perkara niaga PT. AAL dikirim ke MA dimana sebelum berkas perkara dikirimkan, Edy Nasution dihubungi oleh Nurhadi Sekretaris MA yang meminta agar berkas perkara niaga PT AAL segera dikirim ke MA," kata jaksa Fitroh.
Ervan pada 11 April 2016 menghubungi Wresti untuk menyatakan uang sudah dapat diambil dan Wresti memerintahkan Wawan untuk mengambil kemudian diserahkan kepada Doddy yang memang ditugaskan untuk diserahkan ke pihak lain.
"Pada 18 April 2016 terdakwa menerima Rp50 juta dari Wawan Sulistiawan selanjutnya pada hari itu juga terdakwa menghubungi Edy Nasution untuk meneyrahkan uang namun Edy Nasution berhalangan, lalu disepakati peneyrahan uang dilakukan pada Rabu, 20 April 2016 pukul 10.00 WIB di Hotel Acacia Senen, Jakarta Pusat," katanya.
Sesaat setelah penyerahan uang Doddy dan Edy Nasution pun ditangkap petugas KPK. Atas dakwaan tersebut, Doddy didakwa berdasarkan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasalasal 55 ayat 1 kesatu jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.