Suara.com - Panggung Mahkamah Konstitusi (MK) akan segera menyambut wajah baru. Dia adalah Dr. Inosentius Samsul, S.H., M.Hum., seorang teknokrat hukum yang selama ini bekerja di balik layar parlemen.
Komisi III DPR RI secara aklamasi menyetujuinya sebagai Hakim Konstitusi usulan DPR, menggantikan Arief Hidayat yang akan memasuki masa purnabakti.
Persetujuan ini menjadi puncak dari uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) yang menempatkan Inosentius sebagai calon tunggal. Sebuah pilihan yang mengundang tanya, namun dijawab lugas oleh pimpinan Komisi III DPR.
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menepis isu bahwa Inosentius adalah "calon titipan". Ia menegaskan bahwa proses pencalonan tunggal ini sah menurut undang-undang dan Inosentius adalah representasi usulan murni dari institusi DPR.
"Bukan titipan lagi, ini memang calon kami. Anda baca tadi ya di ketentuan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, ini calon yang diusulkan oleh DPR. Bukan titipan, memang usulan kami, usulan DPR," kata Habiburokhman di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu (20/8/2025) dikutip dari ANTARA.
Lalu, siapa sebenarnya Inosentius Samsul? Sosok yang dipercaya parlemen untuk menjadi salah satu dari sembilan "penjaga konstitusi" ini memiliki rekam jejak yang unik dan jauh dari hingar bingar politik praktis.
Jalan Sunyi dari Seminari ke Fakultas Hukum
Lahir di Pembe, sebuah kampung kecil di Rana Mese, Manggarai Timur, NTT, pada 10 Juli 1965, Inosentius adalah putra sulung dari seorang guru.
Jalan hidupnya di masa muda sejatinya disiapkan untuk pengabdian yang berbeda. Ia menempuh pendidikan SMP dan SMA di Seminari Santo Pius ke-XII Kisol, sebuah sekolah calon pastor Katolik di Flores Barat.
Baca Juga: Palu Diketuk! Komisi III DPR Sepakat Kirim Inosentius Samsul ke MK Gantikan Arief Hidayat
Sensi, sapaan akrabnya, menghabiskan masa remajanya dalam didikan disiplin seminari sejak tahun 1978. Namun, takdir berkata lain. Setelah lulus, Sensi memilih untuk tidak melanjutkan studi ke Seminari Tinggi.
Ia membanting setir, menyeberang pulau, dan mendaftarkan diri ke salah satu kampus terbaik negeri, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), mengambil jurusan Hukum Tata Negara.
Karir Panjang di 'Dapur Legislasi' Parlemen
Lulus dari UGM pada 1989, Sensi sempat diterima sebagai dosen di beberapa perguruan tinggi. Namun, panggilan ibu kota lebih kuat. Ia lolos serangkaian tes dan diterima sebagai tenaga ahli di Sekretariat Jenderal DPR RI.
Di sinilah karirnya sebagai teknokrat hukum dimulai. Pada Maret 1990, Sensi bersama 15 lulusan terbaik lainnya dari berbagai universitas digembleng secara khusus oleh para dosen Universitas Indonesia. Dengan dukungan Asian Foundation, mereka dipersiapkan selama lima tahun untuk menjadi think tank atau wadah pemikir utama bagi DPR RI.
Dedikasinya di Senayan tak perlu diragukan. Selama lebih dari tiga dekade, ia meniti karir dari bawah. Mulai dari staf (1990-1995), menjadi Peneliti Bidang Hukum dengan jabatan terakhir Peneliti Madya (1995-2015), hingga dipercaya memimpin unit-unit strategis.